PuraLempuyang terletak di puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang, Karangasem. Pura ini diduga termasuk paling tua keberadaannya di Bali. Bahkan ada yang memperkirakan sudah ada pada zaman pra - Hindu-Budha, yang semula bangunan suci terbuat dari batu. Pura Lempuyang merupakan stana Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara.
PuraLempuyang adalah salah satu dari 9 pura terpenting di Bali. Fungsinya sama dengan Pura Besakih dan Ulun Danu. Orang Bali ,apapun kastanya tidak boleh lupa akan tempat suci ini. Daya Tarik utama objek ini adalah candi bentar dari Pura penataran Agung.Lokasinya berada didataran tinggi yang menghadap ke gunung Agung.
Turunnya"Bhatara Tiga" dari gunung Semeru di Bali dan kejadian-kejadian sesudah peristiwanya, bukti sejarah yang tidak bisa dipisahkan begitu saja asal mula berdirinya Pura Lempuyang luhur ini. Pura Lempuyang Luhur juga merupakan salah satu Sad Kahyangan Jagad, atau "enam tempat suci dunia", enam tempat sembahyang paling suci di Bali.
SejarahPura Lempuyangan . Dalam buku terbitan Dinas Kebudayaan Bali (1998) berjudul "Lempuyang Luhur" disebutkan, lempuyang berasal dari kata "lampu" artinya sinar dan "hyang" untuk menyebut Tuhan, seperti Hyang Widhi. Dari kata itu lempuyang atau lampuyang diartikan sinar suci Tuhan yang terang-benderang (mencorong/menyorot).
Dalampenelitian sejarah keberadaan pura, Lempuyang dihubungkan dengan kata ' lampu' artinya 'terpilih' dan 'Hyang' berarti Tuhan; Bhatara Guru, Hyang Parameswara. Di Adri Karang inilah beliau Hyang Agnijaya membuat Pura Lempuyang Luhur sebagai tempat beliau bersemadi. Lambat laun Karang Semadi ini berubah menjadi Karangasem.
5Pjmmm. Pura Lempuyang Luhur ialah sebuah pura yang terletak di bagian timur Pulau Dewata, tepatnya berada di Kabupaten Karangasem. Pura ini mulai ramai diperbincangkan sekitar 3 tahun lalu, ketika banyak yang posting foto ketika berada di sebuah gapura dengan latar Gunung Agung yang gagah. Gerbang tersebut berjuluk “The Gate Of Heaven” atau gerbang surga. tangga menuju gerbang surga. google maps. sumber Elena Divinets Simak juga tempat wisata populer di Bali Banyak wisatawan yang kagum dan takjub akan keindahan dari pura terbesar dari paling penting di Bali itu. Pura Lempuyang berada di ketinggian mdpl. Dan untuk menuju spot foto yang sedang viral tersebut, kamu harus menaiki anak tangga yang cukup banyak dan curam. FYI ni, lokasi untuk berfoto yang sedang viral saat ini bernama Pura Penataran Agung Lempuyang yang berada di kawasan Gunung Lempuyang. Sedangkan Pura Lempuyang Luhur, lokasinya berada di puncak gunung. Asal Muasal Nama Pura Lempuyang Keberadaan Pura Lempuyang tak terlepas dari sejarah atau legenda, terdapat beberapa versi akan hal tersebut. Mari kita awali dengan asal mula nama dari pura yang sangat dihormati tersebut. Kata Lempuyang berasal dari kata “lempu” dan “hyang”. Lempu artinya sinar sedangkan hyang merupakan sebutan untuk Tuhan. Sehingga Pura Lempuyang memiliki arti sinar Tuhan yang terang benderang. Karena memang Pura Lempuyang ini letaknya di sebelah timur Pulau Bali, dimana merupakan tempat awalnya matahari terbit. alam yang indah. google maps. sumber Владимир Петращук Simak review wisata Tirta Empul di Bali Ada pula yang mengatakan bahwa kata Lempuyang berasal dari jenis tanaman yang digunakan untuk bahan memasak. Yang dikaitkan dengan nama-nama Banjar atau Dusun yang ada di sekitar Pura Lempuyang. Selain itu ada yang mengatakan kata Lempuyang berasal dari kata “empu” yang artinya menjaga. Hal tersebut berdasarkan sebuah sumber yang menyebutkan bahwa Hyang Pasupati mengutus ketiga putranya untuk menjaga Bali Dwipa dari segala guncangan dan bencana alam. Sejarah Pura Lempuyang Jika mengacu pada Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul, yang menyatakan bahwa Sang Hyang Parameswara atau Sang Hyang Pasupati membawa gunung-gunung yang ada di Bali dari Jambudwipa yaitu India Gunung Mahameru. Potongan Gunung Mahameru tersebut kemudian dipecah menjadi tiga buah bagian yang cukup besar, dan beberapa bagian dengan ukuran kecil. Dimana bagian tengah menjadi Gunung Batur dan Gunung Rinjani. Sedangkan untuk puncak gunungnya menjadi Gunung Agung, yang merupakan gunung tertinggi yang ada di Pulau Bali. Sedangkan untuk pecahan yang ukurannya kecil menjadi deretan gunung-gunung yang saling terhubung. Seperti Gunung Pengalengan, Beratan, Nagaloka, Pulaki, Puncak Sangkur, Bukit Rangda, Trate Bang, Padang Dawa, Andhakasa, Sraya, Uluwatu, Tapsai, dan Gunung Lempuyang itu sendiri. pura yang sangat penting bagi umat hindu. google maps. sumber zuryana 65 Baca juga info seputar Nusa Lembongan Dalam Lontar tersebut disebutkan pula bahwa Sang Hyang Parameswara atau Hyang Pasupati menugaskan putra beliau yang bernama Sang Hyang Agni Jaya Sakti untuk turun ke Bali dengan tujuan menjaga kesejahteraan Pulau Bali. Sang Hyang Agni Jaya Sakti kemudian beristana di Pura Luhur Lempuyang beserta beberapa dewa lainnya ikut turun ke Bali. Maka tak heran jika Pura Lempuyang menjadi begitu penting di kalangan umat Hindu. Sedangkan berdasarkan Lontar Markandeya Purana, Pura Lempuyang didirikan oleh Rsi Markandeya sekitar abad ke-8 M sebagai tempat persembahyangan sekaligus menyebarkan ajaran agama Hindu. Pura Lempuyang terbagi menjadi tiga mandala, yakni Lempuyang Sor, Lempuyang Madya, dan Lempuyang Luhur. Lokasi dan Alamat Pura Lempuyang Lokasi Pura Lempuyang berada di ujung timur Pulau Bali, tepatnya berada di lereng timur dari Gunung Lempuyang. Sedangkan untuk alamat dari Pura Lempuyang berada di Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Bali. Cara menuju Pura Lempuyang jika berangkat dari kota Denpasar dengan menuju kota Amlapura yang merupakan ibukota dari Kabupaten Karangasem. Atau bisa juga dengan menuju Semarapura dan mengambil arah ke Besakih. Waktu tempuh perjalanan sekitar 2 jam jika berangkat dari kota Bali. Saat ini parkir kendaraan mobil akan dialihkan menuju lokasi parkir yang sudah tersedia, kemudian untuk menuju Pura Lempuyang kamu harus menggunakan shuttel bis. Sedangkan untuk yang menggunakan sepeda motor, dapat terus melaju hingga lokasi dekat loket masuk. Setelah turun dari shuttel bis, kamu harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 5 hingga 10 menit. Atau dapat pula dengan menggunakan jasa ojeg, dan membayar sekitar Rp. cara lain menikmati gunung agung. google maps. sumber raden fr Simak juga review seputar Nusa Penida Jam Buka Pura Lempuyang Jam operasional dari Pura Lempuyang sendiri dibuka setiap hari Senin hingga Minggu selama 24 jam nonstop. Waktu terbaik berkunjung ke pura ialah di pagi dan sore hari, serta ketika cuaca sedang cerah supaya dapat mengambil view Gunung Agung dengan sempurna. Tiket Masuk Pura Lempuyang Tiket masuk Pura Lempuyang sebesar Rp. per orang itu sudah termasuk kain yang harus kamu gunakan ketika berkunjung ke Pura Lempuyang. Biaya naik shuttle bis sebesar Rp. untuk pulang pergi. Fasilitas Pura Lempuyang Fasilitas umum yang ada di sekitar Pura Lempuyang diantaranya Shuttel bis Toilet Warung-warung makanan dan minuman Daya Tarik Pura Lempuyang 1. Gates Of Heaven the gates of heaven. google maps. sumber Cristian Bucur Photography Baca juga wisata keluarga di Waterbom Bali Ini yang menjadi favorit pengunjung ketika mengunjungi Pura Lempuyang. Yakni sebuah gerbang dengan tampilan keindahan alam yang menakjubkan ditambah dengan gagahnya Gunung Agung. Pengunjung dapat berfoto di gerbang tersebut dengan bantuan juru foto setempat, hingga menghasilkan foto yang kece dan eyecatching banget. Dengan keindahan panorama yang dimilikinya wajarlah jika gerbang tersebut dijuluki Gates Of Heaven. Namun untuk menuju gerbang tersebut, kamu harus menaiki ribuan anak tangga terlebih dahulu. Hati-hati ketika melangkah, karena tangganya lumayan curam. Hasil jepretan tersebut dapat menjadi bukti pengalamanmu ketika berkunjung ke Pura Lempuyang. Meski pura merupakan tempat beribadah umat Hindu, untuk kamu yang beragama lain diperbolehkan mengunjungi pura kok. 2. Candi Gelung Jaba Tengah bangunan yang sangat artistik. google maps. sumber 石川嘉秀 Daya tarik selanjutnya ialah sebuah tampilan arsitektur megah nan indah dengan banyak ornamen khas Bali. Bagian tempat beribadah berada di bagian dalam. Terletak di bagian yang paling tinggi. Sehingga untuk menuju ke area dalam pura harus melalui anak tangga yang tak jauh beda dengan sebelumnya. Yang membedakan ialah tangganya terdiri dari 3 buah yang menuju tiga buah pintu. Di awal tangga diapit oleh sepasang patung Naga Anantaboga dan Basuki, serta deretan Patung Pandawa. Yang mengandung arti setiap jenjang area memiliki makna yang berbeda-beda. 3. Pura Lempuyang Luhur Setelah mengunjungi Pura Penataran Agung Lempuyang, sempatkanlah untuk mengunjungi Pura Lempuyang Luhur yang lokasinya berada di puncak gunung. Sehingga dapat dipastikan untuk menuju lokasi kamu harus melakukan trekking terlebih dahulu Trekking yang dilalui yakni dengan melalui jalan setapak diantara rindangnya pepohonan. Udara yang dirasa sangat sejuk sekali, pastikan kamu menggunakan alas kaki yang tidak licin dan nyaman ya… rute menuju pura lempuyang luhur. google maps. sumber Billy Toddler Ketentuan Khusus Saat Mengunjungi Pura Lempuyang Pura Lempuyang merupakan tempat suci umat Hindu, sehingga terdapat beberapa aturan atau ketentuan ketika berada di pura. Ketentuan tersebut diantaranya Dilarang menggunakan pakaian terbuka. Setiap pengunjung yang datang wajib menggunakan kain yang diberikan sewaktu membeli tiket. Dilarang berciuman atau melakukan hal-hal tidak senonoh lainnya. Dilarang menggunakan gambar dengan menggunakan drone. Untuk wanita yang sedang haiid atau datang bulan, dilarang memasuki area pura. Beberapa ketentuan tersebut terpampang dengan jelas ketika berada di area Pura Lempuyang.
MeyriscaTangerang, kontribusiApr 2022 • TemanPura Lempuyang adalah termasuk pura yg besar, karena di sinilah orang2 Hindu merayakan jika ada hari raya mereka. Sebelum naik ke Pura dengan angkutan yg berbayar, kami sewa baju dulu untuk dipakai foto2 di atas. Spot foto yang populer adalah di salah satu gerbang pura dimana ada photographer yang memotret kita dengan cara mendekatkan kaca pada kamera agar terlihat seperti bayangan. Spot lain tentu saja pura2 disekitar situ. Ada lagi spot foto di area bawah dimana kita seperti ada di negeri di atas awan...heheheDitulis pada 18 Juli 2022Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2021 • Temansembahyang keliling hampir 5 jam perjalanan dari penataran sampai puncak, wah seru pokoknya, capek gak kerasa karena view nya cakep sekali, hati hati juga ada monyet di deket luhur, Ditulis pada 27 Maret 2022Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2021 • KeluargaPura lempuyang adalah pura yang sangat luar biasa , memiliki pemandangan yang sangat amat bagus dang memiliki suhu yang sangat dingin Ditulis pada 8 Desember 2021Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2020 • TemanIni adalah kali ke 2 ak mengunjungi tempat persembahyangan ini. Memang sulit untuk menjangkaunya akan tetapi tempat ini sangatlha indah jauh di atas ketinggian. Luar biasaDitulis pada 26 Oktober 2021Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2020 • SendiriPura Ayu lempuyang, terletak di dataran tiinggi daerah karangasem, kecamatan abang.. saya datang untuk beribadah sekaligus cocok untuk kurang lebih 2jam dari kota denpasar, berharap lain waktu bisa untuk berkunjung pada 10 Maret 2020Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2020 • TemanPura yg LUAR BIASA...Terletak di puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang, Karangasem. Pura Lempuyang Luhur ini mrp salah satu Pura Sad Kahyangan di Bali. Pura Lempuyang Luhur ini diyakini merupakan stana Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara, yg terletak di arah timur. Untuk mencapai pura ini sdh tersedia jalur berupa tangga sampai menuju pura, namun sbelumnya kita akn temui terdahulu Pura Lempuyang Madya, dimana sy tiba melalui jalur ini. Sbelum ke Pura Lempuyang Madya, sy sembahyg trdahulu di Pura Telaga Sawang utk mohon pembersihan rohani, kemudian lanjut ke Pura Lempuyang Madya, Pura Puncak Bisbis, Pura Pasar Agung, dan terakhir Pura Lempuyang Luhur. Perasaan bahagia tak terkira saat mencapai puncak dan tiba di Utama Mandala Pura Lempuyang Luhur. Sangat Layak dan Wajib pada 24 Februari 2020Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2019 • KeluargaPure Lempuyangan Karang Asem Bali dng latar gunung agung menjadi destinasi wajib bagi penggemar wisata alam pegunungan sungguh suguhan lukisan alam yang eksotik INDONESIA KEREN .. INDONESIA BAGUSDitulis pada 8 Januari 2020Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2019Salah satu destinasi wisata di bali timur, dengan pemandangan yang luar biasa indah, cocok dikunjungi bersama keluarga dan teman-teman. Ditulis pada 27 Desember 2019Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2019 • KeluargaMenjalani liburan di pulau Bali, banyak sekali tempat yang bisa di kunjungi, dari wisata alam,pura, pegunungan, perairan, pantai, taman Nasional, dan masih banyak lagi yang yang di juluki pulau seribu pura ini, sudah terkenal di seluruh dunia sehingga tidak pernah sepi dari pengunjung baik lokal maupun internasional,dan di zaman modern sekarang ini sudah semakin banyak tempat persinggahan yang menarik yang bisa di nikmati,dan banyak hal yang bisa dilakukan jadi kalian yang ingin merasakan suasana keindahan pulau Bali bisa bergabung dengan Link yang ada dan nomor telepon yang tertera dan bisa melakukan konsultasi untuk tempat, harga dan lainnyaDitulis pada 26 September 2019Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 2019 • TemanLempuyang is pura yang tertinggi di bali yg letaknya di sebelah timur,dengan pemandangan bukit yg indah, bagus untuk kesehatan di kunjungi jika mau jalur timurDitulis pada 23 September 2019Ulasan ini adalah opini subjektif dari anggota Tripadvisor, bukan dari Tripadvisor LLC. Tripadvisor melakukan pemeriksaan terhadap 1-10 dari 167 hasil
Akhir tahun 2015, usai menyelam sehari di sekitaran area Padangbai, mencoba menjelajah area Karangasem, Bali Timur. Konon, daerah Karangasem ini memang merupakan kawasan peradaban tertua di Bali. Salah satu yang menarik dan direferensikan saat itu adalah Pura Lempuyang dan Desa Adat Tenganan. Jika Pura Besakih merupakan kompleks pura terbesar di Bali, nah kalau Pura Lempuyang ini memiliki status yang sama pentingnya dengan Pura Besakih. Bahkan Pura Lempuyang ini diduga paling tua keberadaaanya di Bali. Lempuyang sendiri berasal dari kata “lampu”, yang artinya sinar dan “hyang” untuk menyebut Tuhan, sehingga Lempuyang diartikan sinar suci Tuhan yang terang benderang. Komplek Pura Lempuyang ini terdiri dari tujuh pura yang terletak di lereng Gunung Lempuyang. Menarik sekaligus menantang, dan masih jarang wisatawan yang singgah ke sana. Lebih banyak didominasi oleh penduduk lokal yang berkunjung untuk berdoa. Karena buat masyarakat Hindu Bali, selayaknya, mereka memang harus pernah dan menyempatkan diri untuk sembahyang di Pura ini. Ternyata, akhir-akhir ini, area penataran Pura Lempuyang, menjadi tempat yang instagrammable dan sering dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara, untuk berpose di antara gapura dan jika beruntung langit sedang cerah, dapat latar pemandangan gunung Agung di belakangnya. Jadilah, pertengahan tahun 2018, datang kembali mengajak teman, untuk berburu foto di halaman pura tersebut, karena sebelumnya datang sendirian dan lebih menikmati perjalanan hingga ke puncak gunung Lempuyang. Tiba di area parkiran Pura Lempuyang, sudah disambut oleh pemandangan sebuah pura yang cukup megah. Namun pengunjung harus lapor dulu dan membayar tiket, sebelum benar-benar masuk dan melihat pura megah tersebut. Di sana tersedia pemandu lokal yang siap mengantar. Beliau menjelaskan gambaran rutenya, dimana nanti akan ada persimpangan, yang satu bisa langsung menuju ke pura Lempuyang Luhur, yang berada di puncak gunung Lempuyang, dan satu lagi rute panjang, dimana pengunjung bisa melewati ketujuh pura yang ada di lereng gunung tersebut. Waktu yang diperlukan lebih kurang tiga sampai empat jam dengan jalan santai. Saat itu, ingin sekali didampingi pemandu, hanya sekedar demi memotret diri, tapi karena terlalu mahal, akhirnya nekad jalan sendiri, dan diberi peta jalan, agar tidak tersesat nantinya. Oh ya, seperti layaknya pura lainnya di Bali, kita wajib memakai sarung, meski sudah pakai celana panjang, dipadu dengan busana atasan yang sopan atau berlengan. Boleh bawa sarung sendiri atau sewa di loket masuk. Matahari masih ada di sisi timur, masih pagi dan teriknya belum terlalu menyengat, ketika memulai langkah masuk ke pura yang pertama, Pura Penataran Lempuyang. Pura yang besar dan megah, yang sudah tampak sejak di lokasi parkiran tadi. Beberapa bapak-bapak berseragam kaos hijau sedang membersihkan area pelataran. Mereka bukan tukang sapu, tapi paguyuban umat Hindu di sekitar pura yang kerja bakti pagi itu. Mereka selesai sembahyang dan memungut sampah di halaman depan pura, kemudian berfoto bersama. Alhasil jadi tukang foto dadakan dech, padahal maksud hati ingin difotokan, hehehe… Dari pura pertama ke pura berikutnya cukup jauh jaraknya. Jalan penghubungnya masih berupa aspal dan bisa ditempuh dengan ojek sebenarnya, namun pagi ini membiarkan memberi pemanasan pada kaki, sebelum benar-benar naik ke puncak. Pura kedua adalah Pura Telaga Emas, tidak jauh dari lokasi parkiran ojek, titik terakhir dimana kendaraan boleh naik. Puranya ditandai dengan warna emas pada atapnya. Sepagi ini, sudah ada sekelompok penduduk lokal yang sembahyang di sana. Setelah dari Pura Telaga Emas, jalanan mulai tertata rapi berupa undakan tangga dari semen dengan kanan kiri pohon, mulai terasa suasana hutan. Jangan khawatir tersesat, ikuti saja jalannya, sampai menemukan pertigaan, seperti yang dikatakan pemandu di awal. Panah satu menuju Lempuyang Luhur, atau langsung menuju puncak, panah satu lagi menuju Lempuyang Madya, dengan rute panjang. Kanan kiri jalan mulai tampak warung yang menjajakan minuman segar dan makanan. Namun karena langkah masih belum jauh, sehingga diniatkan untuk lanjut jalan saja. Tidak jauh dari pertigaan tersebut, ketemulah dengan Pura Telaga Sawang. Pura kecil namun mulai terasa berpijak di ketinggian. Depan gapuranya menghadap ke lereng bukit, sehingga warna hijau daun dan langit biru berpadu dengan cantik. Sudah jauh dari pemukiman warga dan hiruk pikuk kota. Melangkah lagi dengan santai dan menikmati udara pegunungan, akhirnya sampai di Pura Lempuyang Madya. Komplek puranya cukup luas dan banyak penduduk lokal yang sedang berdoa di sana. Salah seorang pemangku adat mengundang masuk ke padepokan dan menawarkan jajanan berupa buah-buahan segar. Ngiler sich, namun berusaha menolak dengan halus, karena sungkan, hehehe…. Setelah ngobrol banyak, pemangku menawarkan ikut temannya yang hendak berjalan naik, giliran tugas memimpin doa di puncak, katanya. Pemangku tampaknya khawatir membiarkan seorang perempuan jalan sendiri menuju ke puncak. Namun karena tidak ingin menjadi beban, akhirnya memilih berjalan santai dan menjaga jarak dengan teman pemangku tersebut. Menikmati alam tanpa dikejar target dan waktu. Jalanan dari Lempuyang Madya terus menanjak, namun tetap melewati rute rapi dengan tanjakan berupa semen. Rute tangga yang tertata rapi ini, menjadi penunjuk jalan yang sangat efektif. Tidak banyak sampah ditemukan di jalanan, karena kebanyakan pendatang adalah orang lokal yang niatnya berdoa dan sangat menjaga alam ini. Semoga, wisatawan lain yang ingin mencoba berkunjung setelah membaca ini, tetap bisa menjaga kebersihannya ya. Banyak tempat sampah disediakan di kanan kiri jalan, jadi manfaatkanlah. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya tiba di tulisan Puncak BisBis. Terpikir bahwa area puncak sudah dekat setelah ini, namun ibu-ibu di warung dekat Puncak Bisbis berkata bahwa ini masih separu perjalanan, masih jauh untuk sampai puncak. Dan mereka menawarkan untuk jalan bareng, karena setelah ini, rutenya merupakan kawasan geng monyet alias banyak monyet hutan yang siap “ngompas” di tengah jalan. Setelah menunggu mereka berdoa sejenak di Pura Puncak Bisbis, akhirnya perjalanan dilanjutkan. Salut juga, beberapa peserta rombongan ini ada yang umurnya 60 tahun lebih tapi masih kuat jalan. Meski melangkah dan menapaki tangga perlahan, namun mereka tetap semangat. Sambil sesekali memotret wajah mereka, menjadi hiburan tersendiri buat mereka untuk mengusir lelah. Saat berhenti sejenak untuk tarik nafas dan istirahat, mereka menawarkan bekal cemilan. Solo traveler never alone bukan, hehhehe… Jalanan terus menanjak, sampai akhirnya tiba di gapura besar. Menarik nafas lega, karena jalanan tampak habis, seolah ini adalah puncaknya. Ternyata salah. Ini adalah pura Pasar Agung dan menuju puncak masihlah perjuangan, karena di balik pura tersebut, terdapat jalur menanjak lagi untuk menuju puncak. Rombongan ibu-ibu masih istirahat dan sembahyang, sehingga saatnya ijin pamit dan membiarkan kaki ini lanjut melangkah mengejar rasa penasaran. Jalanan masih saja rapi dengan tangga dan sempat ketemu sepasang suami istri yang mau sembahyang di puncak. Mereka mengajak jalan bareng, karena setelah inilah, serbuan geng monyet beneran dimulai. Dan benar saja, monyet-monyet itu sangat peka dengan bunyi kresek-kresek dan langkah kaki manusia. Cukup bawa tongkat untuk mengusir mereka menjauh. Wajah kita harus cukup garang untuk mengusir monyet tersebut, karena mereka bener-bener seperti preman di kawasan sini. Setelah disibukkan dengan monyet-monyet tersebut, justru tidak terasa, akhirnya sampailah di Puncak Lempuyang Luhur. Tampak beberapa rombongan sedang berdoa di Pura Lempuyang Luhur. Gerbang Gapura tepat menghadap ke Puncak Gunung Agung. Sungguh pemandangan yang sangat istimewa. Empat jam perjalanan terbayar sudah lelahnya, menapak di mdpl tanah Bali. Tidak ada wisatawan satupun yang berkunjung hari itu, semuanya para penduduk lokal yang niatnya berdoa. Suasana masih sangat sakral disana. Kita bebas foto asal tidak membuat kegaduhan dan mengganggu jalannya upacara adat. Sampai di puncak pun ada beberapa penjaja makanan yang berjualan, menyambut pendatang yang lelah atau lapar. Awas, siap-siap rebutan dengan monyet yang tiba-tiba muncul merebut, hehehe… Perjalanan turun jauh lebih cepat, hanya memakan waktu satu jam saja. Dengan terik mentari yang mulai menyengat dan perut kosong, serasa memacu langkah lebih cepat untuk tiba di parkiran. Setelah sekian lama menjelajah Bali, tidak menyangka ada komplek pura di lereng Gunung Lempuyang ini. Bangga juga, Indonesia punya peninggalan seperti ini. Masih sakral dan alami. Semoga wisatawan nantinya yang ingin menapakai perjalanan “ritual” di komplek ini, mau turut bertanggung jawab menjaga alam dan kebersihannya. Saat ini, memang sudah mulai ramai oleh pengunjung, namun sebatas sampai di Pura Penataran Lempuyang, karena memang pemandangan dari penataran saja sudah sangat menarik. Bahkan, beberapa pemandu lokal juga menyewakan kaca, untuk mendapatkan hasil foto dengan efek mirroring, seperti kalau foto di depan danau, dimana bayangan pada air akan memantulkan gambar serupa. perjalanan berlanjut ke Desa Adat Tenganan… based on our journey on 31 Dec 2015 & 3 Jun 2018 Has published Tribun Jateng, 21 Juli 2016 Harian Surya, 13 Des 2020 Youtube Harian Surya Views 1,849
Pura ini terletak di puncak bukit Bisbis, termasuk wilayah kecamatan Abang, Kabupaten Daerah Tingkat II Karangasem, sebagai tempat suci untuk memuliakan dan memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam perwujudannya sebagai Icwara. Pura ini berstatus sebagai salah satu “Sad Kahyangan Jagad” sehingga dengan demikian jelas bahwa pura ini merupakan penyungsungan jagat yg terletak pada arah timur pulau Bali. Dengan demikian dilihat dari segi letak, dapat dijelaskan bahwa fungsi dari pura ini sebagai perlambang untuk menjaga keseimbangan alam semesta. Berdirinya Pura Lempuyang Luhur ini tidak dapat dipisahkan dengan peristiwa turunnya “Bhatara Tiga” pada zaman dahulu dari gunung Semeru di Bali dan kejadian-kejadian sesudah peristiwa tersebut. Dari sekian banyak sumber , ada baiknya dikutip tiga buah diantaranya, yaitu 1. Babad Pasek Di Dalam Babad Pasek ini antara lain diuraikan demikian Malawas lawas ayusa ikang rat 70 tahun, dina, Ka, Su, Tolu, sasih Kalima, tang ping 5, rah panenggek 1, tandwa hana riris deres, ketug dahat banter, lindu 2 sasih tahun icaka 113, malih makepelug hyanghing tolankir, mijil Bhatara Putrajaya tumut arin Ida Bhatari Dewi Danuh, tumurun maring Besakih, abhiseka Bhatara Mahadewa, arine Bhatari Dewi Danuh, aparhyangan maring hulun danu, mwah Bhatara Gnijaya aparhyangan maring giri Lempuyang duking lumampah Bhatara Tiga tinuduh de Bhatara Pacupati “Kita Mahadewa mwang Danuh, Gnijaya, agelah ta kita ku kinon samangke, tumedun wontening Balirajya, didine tistis kang Balipulina, kita maka panghuluning Bali”, mangkana andika Bhatara Pacupati, neher matilar Bhatara Tiga, anging hana atur ira ”Singgih Hyang Bhatara dening nanak Rahadyan Bhatara kari rare, durung weruh maring wratmika”, mangkana atur Bhatara Tiga. Sumahar Bhatara Pacupati, ling ira ”Aja walat hati hulun lugraha maka awantha, apan kita anang manira, puja den ira agya siniwi maring Bali”, ri wus samangkana, raris sinaput bhatara tiga, olih toktoking nyuh gading de Bhatara Pacupati, wus sinaputan, winasta olih Bhatara, awtning takya ajnanan, wus mangkana lumaku Bhatara Tiga, raris dteng arnawan awan ira, mangkana pawijilan bhatara nguni…..dan seterusnya Artinya kurang lebih seperti berikut Lama kelamaan berumur dunia ini 70 tahun, pada hari Sukra Keliwon, wara Tolu, sasih Kalima sekitar bulan November tanggal ping 5, rah panenggek 1, lalu turun hujan lebat, halilintar sambung menyambung, gempa bumi, selama 2 bulan, tahun icaka 113 tahun 191 M, lagi meletus gunung Agung tersebut. Keluar Bhatara Putrajaya, ikut adik beliau Bhatari Dewi Danuh, tiba di Besakih, dengan bergelar Bhatara Mahadewa, adiknya Bhatari Dewi Danuh, berparhyangan di Hulun Danu sedang Bhatara Gnijaya berparhyangan d gunung Lempuyang. Tatkala berangkat Bhatara Tiga di perintahkan oleh Bhatara Pacupati “Kamu Mahadewa dan Danuh, Gnijaya segera kamu kuperintahkan sekarang juga, datang di pulau Bali, supaya menjadi stabil pulau Bali, kamu sebagai pimpinan bali, demikian bersabda Bhatara Pacupati, lalu berangkat Bhatara Tiga, akan tetapi ada atur beliau “Ya Hyang Bhatara oleh karena putera Rahadyan Bhatara masih anak-anak, belum mengetahui pada jalan”, demikian atur Bhatara Tiga. Dijawab oleh Bhatara Pacupati, sabda beliau ”Jangan susah hati akan kuberikan petunjuk jalan, sebab kamu anakku, junjunglah terimalah olehmu untuk dimuliakan di Bali, sesudah demikian lalu dibungkus Bhatara Tiga, dengan kepala gading oleh Bhatara Pacupati, setelah dibungkus, digaibkan oleh Bhatara, dengan kekuatan bathin, dan sesudah apa berangkat Bhatara Tiga, lalu sampai perjalanan beliau, dengan demikian tibanya Bhatara dahulu……dan seterusnya. 2. Lontar Kutarakanda Dewapurana Bangsul Didalam lontar Kutarakanda Dewapurana Bangsulada disinggung mengenai Lempuyang, yang antara lain disebutkan sebagai berikut Na wuwus Sanghyang Paramecwara ri tanayan ira para watek Dewata samudaya, muka mukya sira Sanghyang Gnijayacakti, ling ira ”Aum ranak mami ri kita makabehan, adon sira turuna mareng banwa ing Bangsul, kumemit kang Bangsuri, maneher kita Dewata luminggeng haan rumaksa kang rat, wenang pinilih ikang gunung maka stanata sowing-sowang, ginawe Kahyangan, wuwus hana gunung-gunung saider ing banwa Bangsul, piniyoghaken mami ing dangu, mwang ginawan mami sangke Jambhudwipa nguni, mami nenah aken maring Bangsul, Sanghyang Mahameru pangaranya dak mami pukah madyanya atut pucaknya, dak sun waweng Bangsul, sapraptan irang Bangsul maha kweh pukahnya, arimbag abungkul agung alit manuli tiba ring bhumi, saha ungguhanya matemahan geger-geger, mwang pagunungan, werdhi maring Bangsul, an mangkana anakku Dewata kita kabeh, hana katemu denta gunung Agung, tinengeran giri raja, maring Airsanya, ya ta gunung mas mapucak manik, adasar ratna kopala winten, akrikilmirah, apasir podhi, ya tika agran ira Hyang Mahameru gnuni, ingsun, ingsun, ginawa mareng bangsul, sun parah tiganen, kang sabagi dadi gunung Batur, maka dadi daour candi Hyang Agni siring pratiwi tala, ikang sabagi isornya, sundadya akna gunung Rinjani, ikang pucuk dadi ira dadi Hyang Tolangkir, ngaran gunung sasor nikang gunung Agung ika lwirnya, saka purwa amilangi, kawruh akna pangaranya, gunung Tasahi, kulonya gunung Pangelengan, kulonya gunung Mangu, kulonya gunung Cilanjana, kulonya gunung Beratan, kulonya gunung Watukaru, kulonya mwah pagunungan Nagaloka, kulonya mwah, nga, gunung Pulaki, mangidul Wetan sakeng rika hana gunung Pucaksangkur, Bukit Rangda, tratebang, Mangetanya mwah hana Padangdawa, mwah ikang pasisi Kidul, hana gunung Andakasa mwang Huluwatu, terus mangetana maring ghneya desan ira hana gunung Byaha, mwang Byasmuntig, ikang maring Purwa hana gunung Lempuyang, mangalora saka rika hana gunung Sraya, samangkana pasama dayaning acala sumimpa maring bangsul, ndan makweh kari geger kang maring madya, tan ucapa akna. Ika ta kabeh wenang maka ungguhaning dharma kahyangan para Dewata kita makabehan. Artinya kurang lebih demikian Demikian sabda Sanghyang Paramecwara kepada puteranya para dewata sekalian, terutama sekali Sanghyang Gnijaya cakti, sabda beliau “Wahai anakku kamu sekalian, kamu kusuruh datang di daerah Bali, menjaga pulau bali, lalu kamu menjadi Dewata selaku penguasa di sana, boleh memilih gunung sebagai tempat tinggalmu masing-masing, membuat kahyangan, sudah ada gunung-gunung diseluruh daerah Bali, yang adanya itu berkat yoghaku dahulu, dan aku bawa dari India dahulu, aku tempatkan di daerah Bali, Sanghyang Mahameru namanya yang aku potong pertengahan termasuk puncaknya, dan aku bawa ke Bali, setibanya di Bali banyak bagian-bagiannya, menjadi pecahan besar kecil kemudian ditempatkan di daratan, serta letaknya menjadi gundukan, dan pegunungan, selamat di Bali, demikianlah anakku engkau dewata sekalian, kamu akan jumpai gunung Agung, sebagai tanda gunung besar, di sebelah timur laut, itu lah gunung mas yang berpuncak manik, berdasar ratna winten, berbatu mirah,berpasir padi, itulah puncaknya gunung Hyang Mahameru dahulu, aku, aku bawa gunung Batur, sebagai dapur candi Hyang Agni yang ada di bawahnya, yang sebagian di bawahnya, aku jadikan gunung Rinjani, sedang pundaknya menjadi Hyang Tolangkir, bernama gunung Agung, puncaknya menjadi pegunungan dan gundukan, dibawah gunung Agung itu seperti, dari Timur menghitunganya, akan diketahui namanya, yaitu gunung Tasahi, di baratnya gunung Pangelengan, dibaratnya gunung Mangu, di baratnya gunung Cilanjana, di baratnya gunung Beratan, di baratnya gunung Batukaru, di baratnya lagi gunung Pulaki, ke tenggara dari sana terdapat gunung Puncaksungkur, bukit Rangda, Trate bang, kesebelah timur lagi ada Padangdawa, sedang di pantai selatan, ada gunung Andakasa dan Huluwatu, terus ke timur di sebelah tenggara tempatnya ada gunung Byaha dan Byasmunting, yang di sebelah timur ada gunung Lempuyang, ke sebelah utara dari sana ada gunung Sraya, demikianlah semuanya yang mengelilingi pulau Bali, dan masih banyak gundukan yang di tengah, yang tidak disebutkan. Itu semua boleh sebagai tempat tinggal membuat Kahyangan para dewata kamu kalian. 3. Prasasti Desa Sading Di dalam prasasti desa Sading antara lain disebutkan bahwa gunung Lempuyang juga disebut “Andri Karang” yang bermakna gunung Karang, dan disana Raja Jayacakti melakukan Samadhi yang akhirnya dalam sejarah perjalannya lebih dikenal dengan sebutan “Karangasem”. Mengenai gunung Lempuyang ini juga erat kaitannya dengan datangnya Raja Jayacakti di Bali, yang dikisahkan sebagai berikut Pada sekitar tahun icaka 1072 tahun 1150 M pada sasih Kasanga, tanggal ping 12, bertepatan dengan bulan separoh terang, wara Julungpujut, Cri Maharaja Jayacakti menyelenggarakan rapat dengan para pimpinan perang utama Rakryan Apatih dan dibawah Rakryan, pada suatu rapat besar, raja berkehendak pergi ke pulau Bali bersama degnan permaisurinya, dan beliau berkeinginan beristana di “Ardri Karang”. Beliau dating ke bali ikut karena ada perintah dari ayah beliau yaitu Sanghyang Guru, dengan tujuan untuk membuat dharma disana di gunung Lempuyang sebagai penyelamat pulau bali, disertai oleh segenap Pandita Ciwa dan Budha, dan Uga Mantri Agung ikut. Disanalah Raja Cri Jayacakti dijadikan raja oleh masyarakat. Tidak senanglah beliau dijadikan raja, oleh karena beliau bertingkah laku baik dan tidak digoyahkan oleh pikiran tamak, loba, ataupun pikiran pamerih didalam masyarakat, segenap abdinya sangant menghormati, sebab beliau raja yg berhasil dan sempurna dalam disiplin bathinnya. Adapun selaku abdinya jumlahnya tidak terhitung banyaknya, dan mantrinya saja yang menghitung, mengatur yaitu berjumlah 400 orang termasuk pasukan dari Jawa. Beliau juga disebut Maharaja Bima ialah Cri Bayu atau Cri Jaya atau Cri Gnijayacakti. Selanjutnya disebutkan sebagai berikut. Dari ketiga buah sumber tersebut dapat diketahui, bahwa sebagai awal berdirinya Pura Lempuyang Luhur ini erat kaitannya dengan tibanya Bhatara Tiga di bali, dimana antara lain disebutkan bahwa Bhatara Tiga tiba di di Bali pada hari Jumat Kliwon, wara Tolu, bertepatan dengan sasih bulan Kalima pada tahun icaka 113 sekitar November 191. Sebagaimana sudah disebutkan terdahulu bahwa diantara Bhatara Tiga itu Bhatara Gnijaya berparhyangan di gunung Lempuyang bukit bisbis. Bhatara Tiga tiba di Bali dari gunung Semeru Jawa Timur atas perintah Bhatara Pacupati, untuk dijadikan junjungan pulau Bali. Sedang peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian seperti tibanya Raja Cri Jayacakti yang kemudian bersemedhi disana adalah merupakan kelanjutan dan kelengkapan semata-mata. Di Pura Lempuyang Luhur ini terdapat suatu yang menarik dan merupakan keistimewaan dan bersifat khusus ialah dengan terdapatnya serumpun bambu “Buluh Gading”. Di dalam ruas-ruas bambu ini akan didapat “tirta” air suci yang lazim disebut “Tirta Pingit”, karena tidak setiap orang yang dating sembahyang kesana akan memperolehnya, melainjkan hanya suatu kelompok keturunan saja yang mendapatkan tirta tersebut, sedang dari warga lainnya tidak mungkin. Pangempon Pura Lempuyang Luhur ialah seluruh kerama desa Puraayu, adapun susunan, jumlah dan nama palinggih bangunan suci yang terdapat di Pura Lempuyang Luhur adalah sebagai berikut Sebuah Padmasana yang terletak pada bagian Utara menghadap ke Selatan sebagai parhyangan Bhatara Luhuring Akasa Dua buah palinggih berbentuk seperti padmasana yang pondasinya menjadi satu terletak pada bagian Timur menghadap ke Barat. Yang sebelah utara sebagai Parhyangan Hyang Gnijaya dan yang di sebelah Selatan sebagai Parhyangan para putera beliau. Sebuah Bale Pawedhan atau Phyasan sebagai tempat meletakkan sajen dan sekaligus sebagai Bale Pawedhan tempat memuja. Sebuah bangunan Gedong Pasimpenan, sebagai tempat menyimpan alat-alat upacara. Palinggih yang terdapat di Pura Lempuyang Luhur, lazim juga disebut Kahyangan “Tri Purusa” yaitu Ciwa, Sadha Ciwa, dan Parama Ciwa sebagai perwujudan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Upacara aci atau pujawali di Pura Lempuyang Luhur ada dua jenis yaitu setiap enam bulan Bali 210 hari bertepatan dengan hari Kamis Umanis, wara Dungulan Umanis Galungan dan pada setiap Purnamaning Wesaka Purnama sasih kadasa. Pemangku dari Pura Lempuyng Luhur ini selalu dijabat oleh satu keturunan secara tradisional menurut garis purusa patrilinial, sedang mengenai “pengangge” yang dipergunakan di Pura Lempuyang Luhur ini selalu berwarna putih dan kuning. Bilamana aka diselenggarakan upacara aci atau piodalan seluruh bahan-bahan ramuan disediakan oleh para “Truna” pemuda, sedangkan yang mengerjakannya adalah para “ “Daha” krandan ialah para wanita remaja. Ini dimaksudkan agar, semuannya bersifat suci, karena rohaniah, walaupun kadang-kadang hal ini belum dapat sebagai jaminan mengenai kesucian tersebut. Dalam berbagai sumber lontar atau prasasti kuno, ada tiga pura besar yang sering disebut selain Besakih dan Ulun Danu Batur, yakni Pura Lempuyang. Pura Lempuyang Luhur terletak di puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang, Karangasem. Pura ini diduga termasuk paling tua di Bali. Bahkan, diperkirakan sudah ada pada zaman pra-Hindu-Buddha yang semula bangunan suci yang terbuat dari batu. Pura Lempuyang itu merupakan stana Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara. Bagaimana cikal bakal berdirinya Pura Lempuyang? Ada sebuah informasi berdasarkan pemotretan dari angkasa luar, di ujung timur Pulau Bali muncul sinar yang amat terang. Paling terang dibandingkan bagian lainnya. Namun tak diketahui pasti dari kawasan mana sinar itu, tetapi diduga dari Gunung Lempuyang. Soal arti dari Lempuyang, ada berbagai versi. Dalam buku terbitan Dinas Kebudayaan Bali 1998 berjudul ”Lempuyang Luhur” disebutkan, lempuyang berasal dari kata ”lampu” artinya sinar dan ”hyang” untuk menyebut Tuhan, seperti Hyang Widhi. Dari kata itu lempuyang atau lampuyang diartikan sinar suci Tuhan yang terang-benderang mencorong/ menyorot. Pura Lempuyang itu merupakan stana Hyang Gni Jaya atau Dewa Iswara. Versi lain menilik ”lempuyang” sebagai sebuah kata yang berdiri sendiri. Di Jawa lempuyang itu menunjuk sejenis tanaman untuk bumbu. Hal itu juga dikaitkan ada banjar di sekitar Lempuyang bernama Bangle dan Gamongan, keduanya juga tanaman sejenis yang bisa dipakai obat atau bumbu. Versi lain juga menyebut dari kata ”empu” atau ”emong” yang diartikan menjaga. Batara Hyang Pasupati mengutus tiga putra-putrinya turun untuk mengemong guna menjaga kestabilan Bali dari berbagai gunjangan bencana alam. Ketiga putra-putri itu yakni Bathara Hyang Putra Jaya berstana di Tohlangkir Gunung Agung dengan parahyangan di Pura Besakih, Batari Dewi Danuh berstana di Pura Ulun Danu Batur dan Batara Hyang Gni Jaya di Gunung Lempuyang. Namun, apa pun versi dari lempuyang itu, Pura Lempuyang sendiri memiliki status yang sangat besar, sama seperti Besakih. Baik dalam konsep padma buwana, catur loka pala atau pun dewata nawa sanga. Dalam berbagai sumber lontar atau prasasti kuno, ada tiga pura besar yang sering disebut selain Besakih dan Ulun Danu Batur yakni Lempuyang. Pura Lempuyang Luhur yang terletak sangat tinggi di puncak Bukit Bisbis atau Gunung Lempuyang itu, diduga termasuk pura paling tua di Bali. Bahkan, diperkirakan sudah ada pada zaman pra-Hindu-Buddha yang semula bangunan suci yang terbuat dari batu. Pada sekitar tahun 1950 di tempat didirikannya Pura Lempuyang Luhur kini, baru ada tumpukan batu dan sanggar agung yang dibuat dari pohon. Di bagian timur berdiri sebuah pohon sidhakarya besar yang kini sudah tak ada diduga tumbang atau mati. Barulah pada 1960 dibangun dua padma kembar, sebuah padma tunggal bale piyasan. Kini, pemugaran dan pemugaran pura kian meningkat. Mengutip sejumlah sumber kuno, Jero Mangku Gede Wangi — pemangku di pura itu — mengatakan orang Bali apa pun wangsanya tak boleh melupakan pura ini. Paling tidak sekali waktu menyempatkan diri tangkil sembahyang ke pura ini. Sebab, jika tidak pernah atau lupa memuja Tuhan yang manifestasinya berstana di pura ini, selama hidup bisa tak pernah menemukan kebahagiaan, kerap cekcok dengan keluarga atau masyarakat dan bahkan pendek umur. Kewajiban masyarakat Bali untuk memuja Batara Hyang Gni Jaya di Lempuyang Luhur disebutkan dalam bhisama Hyang Gni Jaya yang tertulis dalam lontar Brahmanda Purana sebagai berikut ”Wastu kita wong Bali, yan kita lali ring kahyangan, tan bakti kita ngedasa temuang sapisan, ring kahyangan ira Hyang Agni Jaya, moga-moga kita tan dadi jadma, wastu kita ping tiga kena saupa drawa.” Jero Mangku Gede Wangi mengatakan, untuk memulai belajar ilmu pengetahuan, apalagi ilmu keagamaan Hindu, sangat baik jika dimulai dengan mohon restu di Pura Lempuyang Luhur. Selain itu, banyak pejabat suka bertirtayatra ke pura ini. Jero Mangku Gede Wangi menyampaikan, di Pura Lempuyang Luhur terdapat tirta pingit di pohon bambu yang tumbuh di areal Pura Luhur. Saat umat nunas tirta, pemangku pura usai ngaturang panguning akan memotong sebuah pohon bambu. Air suci/tirta dari pohon bambu itu di-pundut untuk muput berbagai upacara, kecuali manusa yadnya. ”Siapa pun tak boleh berbuat buruk seperti campah di pura, jika tak ingin kena marabahaya,” ujar Jero Mangku. Pengayah Saat pujawali tak terlalu besar pengayah. Biasanya dari Desa Pakraman Purwayu saja. Namun, jika pujawali besar seperti Batara Turun Kabeh dan Batara Masucian ke Segara, pengayah turun dari enam desa pakraman di sekitarnya, seperti Purwayu, Segeha, Basangalas, Ngis, Tista dan Gulinten. Pada pujawali, pengayah ngamedalang Ida Batara dari pasimpenan di dekat areal parkir pertama. Ida Batara kapundut teruna pemuda dan krandan remaja putri. Sebelum ngayah, mereka mesti mabyakawon mensucikan diri di areal Pura Pesimpenan. Ida Batara kairing ke bale piasan Pura Penataran untuk mahias, lalu masucian ke Pura Telaga Mas, kairing munggah ke Pasar Agung dan masandekan sebentar. Berikutnya, barulah kairing ke Luhur dan kalinggihang, kaaturan panyejer tiga hari. Pujawali tiap enam bulan yakni puncaknya pada Wraspati Umanis Dunggulan. * gde budana Langgar Pantangan, Bisa ”Sengkala” ADA sejumlah pantangan yang jika dilanggar bisa berakibat buruk. Saat naik ke Lempuyang Luhur, kata Jero Mangku Gede Wangi, sejak awal pikiran, perkataan dan perbuatan harus disucikan. Tak boleh berkata kasar saat perjalanan. Selain itu, orang cuntaka, wanita haid, menyusuai, anak yang belum tanggal gigi susu sebaiknya jangan dulu masuk pura atau bersembahyang ke pura setempat. Jero Mangku mengatakan, pernah ada rombongan orang sembahyang naik Isuzu dari Negara. Rupanya, sebelum ke Lempuyang rombongan itu melayat orang meninggal lebih dahulu. Mobil rombongan itu pun jatuh terperosok karena tak bisa naik di tanjakan sebelah atas rumah Mangku Pasek. ”Saya dengar salah seorang rombongan sudah mencegah agar jangan langsung ke Pura Lempuyang, tetapi saran itu tak gubris,” ujar Jero Mangku. Selain sejumlah larangan itu, juga umat yang hendak ke Lempuyang Luhur juga tidak diperkenankan membawa perhiasan emas. Soalnya, umat yang menggunakan perhiasan emas, perhiasan itu kerap hilang misterius. ”Membawa atau makan daging babi saat ke Lempuyang Luhur juga sebaiknya tak dilakukan, karena daging babi itu terbilang cemer. Pantangan ke Pura Lempuyang, hampir sama dengan ke Pura Luhur Batukaru,” kata lulusan APGAH ini. Jero Mangku mengatakan, masyarakat dan umat yang naik ke Gunung Lempuyang diharapkan tak berbuat buruk, seperti mengambil tanaman, melakukan corat-coret di jalan atau di pura. ”Sampah terutama sampah plastik hendaknya dibawa atau dibuang di tong sampah yang tersedia. Berbakti kepada Tuhan bukan cuma lewat sembahyang, tetapi juga dengan jalan karma marga seperti menjaga kebersihan lingkungan alam atau pura,” katanya. Jero Mangku mengatakan, belum pernah ada orang yang menghitung pasti berapa sebenarnya jumlah tangga naik ke Pura Luhur yang berketinggian lebih dari meter. Ada yang mengatakan tangga, ada juga yang mengatakan Sementara itu, dosen STKIP Agama Hindu Amlapura Drs. IP Arnawa, mengatakan, cuma bersembahyang –insidental — ke Pura Lempuyang Luhur disebutkan tak harus melakukan pelukatan saat masuk pura. Soalnya, selain ke Lempuyang Luhur umat bisa melukat di pesucian Telaga Mas, saat naik menuju Pura Luhur yang tinggi berbagai kotoran tubuh juga berangsur disucikan. Soalnya, ribuan kali menghela napas seperti saat pranayama, keringat keluar. ”Sembahyang sampai ke Pura Lempuyang Luhur merupakan pendakian spiritual. Umat yang benar-benar niatnya kuat dilandasi Tri Kaya Parisudha yang mampu dengan mudah mampu mencapai Pura Luhur. Jika ragu-ragu atau tak tulus bisa terjadi halangan, seperti kepayahan bahkan terjatuh di jalan,” ujar Arnawa. Empat Jalur Sesungguhnya ada empat jalur/rute untuk mencapai Pura Lempuyang Luhur. Berdasarkan buku yang disusun Dinas Kebudayaan Bali 1998, bisa lewat Desa Purwayu. Dari rute ini bisa melewati Pura Penyimpenan, Penataran Agung, Telaga Mas, Pasar Agung barulah ke Lempuyang Luhur. Dari jalur melewati Banjar Gamongan, melewati Pura Lempuyang Madya, terus naik ke Pura Telaga Sawang dan Pura Pasar Agung. Sementara dari Banjar Batu Gunung, Desa Bukit melewati Pura Angrekasari, melewati lokasi Tirta Suniamerta, Tirta Jagasatru, Tirta Manik Ambengan, Pura Penataran Silawana Hyangsari, Tirta Sudamala, Tirta Empul, Pura Windusari, Pura Pasar Agung panyawangan terus ke Lempuyang Luhur. Jalur terakhir melewati Banjar Jumenang, melewati Pura Penataran Kenusut, Pura Pasar Agung penyawangan dan naik ke Lempuyang Luhur. Memuja Sang Hyang Iswara Om Asato ma sadgamaya Tamaso ma jyotir gamaya Mrtyor ma amrtam gamaya. Brhad Aranyaka Upanisad Artinya Tuhan bimbinglah kami dari ketidakbenaran asat menuju jalan kebenaran satya yang sejati. Bimbinglah kami dari kegelapan tamasa menuju jalan yang terang benderang jyotih. Bimbinglah kami dari kematian rohani mrta menuju kehidupan yang kekal abadi amrtam. Pura Lempuyang Luhur terletak di bagian timur Pulau Bali. Tepatnya di Desa Purahayu Kecamatan Abang, Karangasem. Di Bukit Gamongan atau Bukit Bisbis atau Gunung Kembar berdiri hening Pura Lempuyang Luhur. Menurut buku Upadesa, pura ini salah satu dari Pura Sad Kahyangan di Bali, tempat memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Iswara. Memuja Tuhan sebagai Sang Hyang Iswara sebagai pelindung arah timur - arah terbitnya matahari. Dewa sinar matahari itu disebut juga Dewi Savita atau Dewi Savitri. Pemujaan pada Sang Hyang Iswara untuk mengarahkan diri agar mendapatkan sinar pencerahan hidup jyotir. Sebagaimana dinyatakan dalam kutipan Brhad Aranyaka Upanisad di atas bahwa dengan sinar suci yang disebut jyotir itu kita akan melepaskan jiwa dari kegelapan yang disebut tamasa. Dari kehidupan yang jyotir atau jiwa yang cerah itulah kita bebas dari kematian rohani menuju kehidupan yang sejati yang disebut amrtam. Pura Lempuyang Luhur dan Pura Sad Kahyangan lainnya didirikan pada abad ke-11 Masehi saat Mpu Kuturan mendampingi Raja Udayana memerintah Bali bersama permaisurinya. Pura Sad Kahyangan didirikan untuk melindungi Bali agar masyarakatnya tetap melakukan hal-hal yang dibenarkan menurut ajaran agama. Dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul dinyatakan Sang Hyang Parameswara membawa gunung-gunung yang ada di Bali dari Jambhudwipa India, dari Gunung Mahameru. Potongan Gunung Mahameru itu dibawa ke Bali dan dipecah menjadi tiga bagian besar dan juga bagian-bagian kecil. Bagian tengahnya dijadikan Gunung Batur dan Gunung Rinjani, sedangkan puncaknya menjadi Gunung Agung. Pecahannya yang lebih kecil menjadi leretan gunung-gunung di Bali yang berhubungan satu sama lainnya. Gunung-gunung tersebut antara lain Gunung Tapsahi, Pengelengan, Siladnyana, Beratan, Batukaru, Nagaloka, Pulaki, Puncak Sangkur, Bukit Rangda, Trate Bang, Padang Dawa, Andhakasa, Uluwatu, Sraya dan Gunung Lempuhyang. Dalam bahasa Jawa Kuno Lempuhyang artinya ''gamongan''. Dibawanya leretan gunung-gunung yang mengelilingi Pulau Bali ini oleh Sang Hyang Parameswara sebagai stana para dewa manifestasi Tuhan untuk menjaga Bali. Dalam Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul itu juga dinyatakan bahwa Sang Parameswara menugaskan putranya Sang Hyang Agnijayasakti turun ke Bali dan menjaga kesejahteraan Bali dan berstana di Gunung Lempuhyang atau Gunung Gamorangan bersama dengan dewa-dewa lainnya. Dalam prasasti Sading C tahun 1072 Saka dinyatakan bahwa Gunung Lempuhyang juga bernama Gunung Adri Karang. Di Gunung Adri Karang inilah Raja Jayasakti bersemadi, karena itulah gunung itu juga bernama Karangsemadi. Raja Jayasakti diperintahkan oleh ayah beliau Sang Hyang Guru untuk turun ke Bali membangun pura agar menjadi daerah yang aman dan sejahtera. Raja Jayasakti mengajak para pandita dan para pembantunya serta rakyat untuk mewujudkan perintah Sang Hyang Guru membangun Bali dengan diawali pembangunan pura di Gunung Lempuhyang sebagai stana pemujaan Tuhan sebagai Sang Hyang Iswara. Sebelumnya Raja Jayasakti melakukan semadi sebagai langkah awal membangun kehidupan yang aman sejahtra di Bali. Dalam Wrehaspati Tattwa dinyatakan bahwa citta atau alam pikiran itu memiliki empat kekuatan yaitu dharma, jnyana, variragia dan aiswaria. Jadi, aiswaria itu adalah salah satu kekuatan untuk terus mendorong hati nurani umat manusia agar terus meningkatkan pencerahan diri sebagai sinar suci menuntun hidup menuju yang semakin suci untuk mewujudkan kebenaran dan keharmonisan. Karena itulah Iswara sering juga diartikan pemimpin. Idealnya pikiran yang cerah itulah ibarat sinar yang menerangi hidup manusia sehingga bisa hidup mengatasi kegelapan hati. Karena itu di Pura Besakih ada Pura Gelap untuk memuja Sang Hyang Iswara di arah timur Pura Penataran Agung Besakih. Kata ''gelap'' atau ''kilap'' dalam bahasa Jawa Kuno artinya sinar. Bukan berarti gelap seperti dalam bahasa Indonesia. Karena itulah dari Pura Lempuyang inilah Raja Jayasakti mendapatkan sinar terang kerohanian untuk memimpin di Bali bersama dengan para pembantu dan rakyatnya dengan waranugeraha Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Iswara, pemelihara dan pelindung arah timur alam semesta. Dari Pura Lempuyang inilah dipancarkan sinar kepemimpinan religius untuk menerangi jiwa raga rakyat Bali mewujudkan cita-cita hidupnya membangun Bali yang aman sejahtera. * Ketut Gobyah
Bali mempunyai banyak pura yang tersebar di setiap wilayahnya. Arsitektur bangunannya begitu mengagumkan. Salah satu pura tertua dan paling dihormati di Bali adalah Pura hanya menjadi destinasi wisata, Pura Lempuyang juga menjadi tempat suci bagi umat Hindu yang terletak di Kabupaten Karangasem. Bila berencana menyaksikan keindahan Pura Lempuyang, berikut informasi wisata yang harus kamu Lokasi, jam operasional, dan harga tiketPura Lempuyang Lokasi Jalan Pura Telaga Mas Lempuyang, Tri Buana, Abang, Karangasem, BaliJam operasional setiap hari pukul WITAHarga Rute perjalanan menuju Pura LempuyangPura Lempuyang Untuk menuju ke Pura Lempuyang, wisatawan dapat mengaksesnya melalui Kota Denpasar yang memerlukan waktu tempuh sekitar 2 jam perjalanan. Wisatawan dapat memilih jalur yang berada di kawasan wisata Candi Dasa melewati alternatif jalan lain, wisatawan dapat memilih melalui Kecamatan Selat Karangasem yang dapat ditempuh dari Semapura dengan arah jalan ke Aktivitas seru di Pura LempuyangPura Lempuyang Pura Lempuyang terletak di ketinggian 1,174 meter di atas permukaan laut mdpl. Hal tersebut membuatnya seperti berada di atas awan. Wisatawan dapat menikmati keindahannya sambil merasakan udara sejuk yang bikin makin ini berjarak sekitar 19 km dari Gunung Agung, sehingga lokasinya menjadi spot foto yang menarik bagi wisatawan. Di gerbang pura yang terletak di puncaknya mempunyai julukan Gate of tersebut mempunyai 3 tingkatan. Wisatawan hanya bisa mengakses tingkatan pertama yang memang ditujukan untuk menjadi area wisata. Mereka dapat berkeliling sambil menyaksikan setiap bagian pura. Sementara dua tingkatan lainnya untuk itu, bangunannya mempunyai tujuh kompleks dengan pesona khasnya masing-masing. Pura utamanya yang berada di posisi puncak menjadi pura dengan pemandangan paling wisatawan yang tertarik untuk menyaksikan keindahan matahari tenggelam dan matahari terbit, maka bisa menjadikan tempat ini sebagai lokasi yang sempurna untuk menikmatinya. Cahaya jingganya bikin terpesona! Baca Juga Sejarah 6 Pura di Area Pura Agung Besakih Bali 4. Fasilitas di Pura LempuyangPura Lempuyang Karena difokuskan sebagai tempat beribadah, fasilitas yang ada di Pura Lempuyang masih sekadar lokasi beribadah. Namun, wisatawan masih bisa menikmati beberapa fasilitas dasar, seperti toilet dan toko menjual makanan Tips berkunjung ke Pura LempuyangPura Lempuyang Supaya liburanmu di Pura Lempuyang semakin menyenangkan, simak beberapa tips berliburnya berikut ini. Disarankan untuk membawa kendaraan pribadi, baik motor atau mobil, karena untuk menggunakan transportasi umum masih sulit. Saat memasuki ke area pura, wisatawan wajib menggunakan kain ataupun sarung. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga kesucian pura. Bagi wisatawan yang tidak membawa kain atau sarung, maka dapat menyewanya di area tempat wisata. Jika ingin menyaksikan keindahan dari Gunung Agung, Amlapura, dan Pantai Amed, kunjungilah lokasinya saat keadaannya tidak berkabut. Tempat ini menjadi lokasi yang menawan untuk melihat panorama, baik matahari terbit maupun matahari tenggelam. Oleh karena itu, jangan melewatkan salah satunya. Berlibur ke Pura Lempuyang bisa menjadi destinasi wisata asyik dan menyenangkan. Kurang lengkap berlibur ke Bali kalau belum mengunjungi salah satu pura terbaiknya. Jadwalkan berkunjung ke Pura Lempuyang secepatnya, ya! Baca Juga 8 Desa Wisata di Bali Selain Penglipuran, Bikin Pikiran Adem IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
urutan sembahyang di pura lempuyang